Dua Tahun Di Labsky, Sebuah Autobiografi

Nama : Faisal Zakiri
Kelas : XII IPA 3


Pada tahun 2009, saya resmi menjadi murid SMA Labschool Kebayoran. Dan saya memulai awal ajaran tahun baru dengan MOS. Saya tidak merasakan perbedaan yang begitu jauh dengan MOS SMP, dikarenakan saya berasal dari SMP Labschool Kebayoran selain tugas membuat name tag yang desainnya lebih sulit. Dan saat memulai pembelajaran efektif, saya sudah merasa tidak asing dengan teman-teman saya karena hampir lima puluh persen dari kelas tersebut juga berasal dari SMP Labschool Kebayoran. Saat berada di kelas X, saya masuk kedalam XA dengan wali kelas Bapak Yusuf Effendi yang saat itu juga mengajar pelajaran kimia untuk kelas X. Pertama saya mengganggap Pak Yusuf sebagai guru yang biasa saja, namun pada akhirnya saya menyadari kalo beliau pelit nilai. Maka dari itupun, saat akhir ajaran tahun 2009-2010, kelas saya memberikan kejutan ulang tahun kepada Bapak Yusuf. Terharu, beliau berkata, “Tenang saja, nilai kimia kalian pasti tuntas semua di raport.” Semua langsung lompat kegirangan. Saya juga mengikuti program LDKS atau Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa, karena berniat untuk menjadi OSIS. Dari tes fisik seperti lompat tinggi, sprint, push up, sit up, dan lari keliling lapangan, sampai tes rohani dan tes presentasi. Sayangnya saya tidak lolos tes tersebut. Dan saat itu saya berpikir, mungkin presentasi saya yang kurang bagus atau tes fisik saya tidak baik. Barulah pada kelas XII, saya diberitahu oleh kak Rinaldy bahwa saya tidak lolos hanya dikarenakan skoliosis saya yang berbahaya. Saya memaklumi, karena saraf tulang punggung saya pernah terjepit hingga harus terapi lama, saya tidak bisa menyalahkan penyakit karena tidak lolos. Karena penyakit itu jugalah saya baru masuk ekskul bola pada kelas XI, dan saat kelas X, saya lebih memilih ekskul bulu tangkis dimana aktifitas berlari lebih sedikit.
Pada kelas X pun, saya diajak untuk membuat sebuah band bersama Adrian Perwira, Adam Rahmansyah dan Andyan Adhimukti. Saya berperan sebagai pianis di band tersebut, dan kami bertiga bersama mencari orang yang berniat bergabung. Didapatlah Cahyo Afianto sebagai gitar rhytm, dan di saat itu kami sudah berniat untuk mengikuti L.A. Indie Fest. Yang kita butuhkan hanya lagu original untuk dikirimkan sebagai demo, hanya saja kami tidak pernah mendapat ide sampai seminggu sampai batas pengirimiman. Lalu saya mengusulkan untuk meminta bantuan dari Nadhia Aleida untuk membuatkan lagu, dan dia bersedia namun dia ingin ikut berpartisipasi, maka kami mencoba dulu untuk bermain di sebuah studio di Jalan Bumi, dan kami bisa merasakan kecocokan dan kesenangan saat bermain dengan dia. Bahkan saat itupun kami berhasil membuat 3 lagu! Mungkin memang dia berbakat untuk membuat lagu. Pada saat kelas X pun, saya mengikuti komunitas Lamuru atau Labschool Community Drum. Merupakan sebuah komunitas yang menggunakan  alat-alat bekas seperti galon, tong sampah plastik, velg mobil, panci, dan sebagainya. Satu-satunya alat musik asli di komunitas itu adalah Djembe, gendang yang berasal dari Afrika dengan kulit sapi sebgai membrannya. Pertama, kami hanya boleh bermain di lantai dengan menggunakan stik drum. Ya, ini merupakan latihan dasar agar saat bermain alat yang lain kami sudah lancar. Pattern-pattern dasar seperti single, double, paradidle kami lakukan sampai benar-benar kompak, tidak seperti bunyi ”hujan” yang berisik dan gemuruh. Sampai suatu hari kami diadakan audisi untuk alat apa yang cocok kami mainkan. Dan saya mendapatkan Djembe. Ya, sejak saat itu saya diberi materi yang berbeda oleh yang lain, selain saya hanya menggunakan tangan untuk memainkan alat tersebut, saya juga ditugaskan untuk membuat pattern yang berguna menebalkan Bass drum. Dan dimulai saat itu juga, kami menyiapkan diri untuk job pertama Lamuru Nawastra di Asisi, Menteng.
Saya merupakan salah satu panitia Sky Battle waktu itu, dan saya berada di bidang perizinan. Dimana bidang perizinan tersebut mengurus masalah izin memakai gedung olahraga, izin keramaian dari polisi, izin permintaan personil polisi dan sebagainya. Saat itu saya bersama Nurul Akla di bantu oleh Kak Namiroh dan Kak Aditya. Dan dari situ pula saya menyadari jika mengurus masalah izin dengan polisi, sering saja saya dikerjai oleh para polisi dengan mengatakan hal yang berputar-putar. Jika kami ingin menyelesaikan masalah izin dengan cepat,diperlukan “pemerhalus” izin. Karena itulah terkadang saya harus membawa uang lebih agar masalah izin tidak tertunda dan tidak terkatung-takung. Namun jika masih bisa diperdebatkan, saya akan mencoba berdebat.
Saya naik kelas dan masuk program IPA, dikarenakan saya ingin menjadi dokter, saya mengambil program tersebut. Saya masuk ke dalam kelas XI IPA 3 dengan wali kelas Bapak Edy Rufianto. Guru tambun ini mengajar pelajaran olahraga kelas XI juga waktu itu. Saya salut dengan watak kerasnya dan selalu menyemangati siswa, namun suaranya yang terlalu lantang dan omongan yang bertele-tele, bahkan candaanya yang garing membuat saya terkadang kesal dan muak. Di kelas XI, saya mulai menseriuskan band, dikarenakan banyak waktu kosong dikelas XI karena saya bukan OSIS maupun MPK. Adrian Perwira sebagai drummer saat itu sudah keluar karena suatu alasan, disaat seperti ini saya berpikir untuk mencari pengganti. Namun yang terpikir oleh saya adalah mencari personel tak tetap hanya untuk berjaga-jaga dari kasus semacam ini ataupun kasus yang lain. Saya lalu mengontak teman saya dari SMA 8 yang merupakan teman saya di SMP Labschool Kebayoran yang bernama Dannisworo Sudarmo. Lalu, pada Agustus 2010 kami mengadakan pertemuan untuk mencocokkan genre dan mencoba bermain bersama. Pertamanya, kami hanya berniat menjadikan dia sebagai personel tak tetap, namun lama-kelamaan kami bermain bersama dengan bagus dan dia menjadi personil tetap. Yang kurang bagi kami hanya satu, yaitu manajer. Neida lalu mengajak teman sekelas saya, Adinda Nawawi untuk menjadi manajer. Belum genap seminggu dia sudah semangat mengajak kami mencoba untuk di berbagai tempat, pentas seni, dan acara-acara lainnya.
19 Februari 2011, kami mencoba mengikuti audisi band untuk Java Jazz Festival 2011. Saat itu saya hampir terlambat datang, dikarenakan semua personil harus sampai di tempatnya, yaitu Mall Kelapa Gading pada pukul 11 siang. Saya sampai pada pukul setengah 11. Setelah mendaftar ulang, kami bersantai sejenak sambil mengulang-ulang lagu yang akan dimainkan. Kami mendapat urutan nomor 41, dan diberitahu kami harus siap kembali pada pukul setengah 4 sore, dikarenakan begitu banyaknya peserta yang ikut. Lomba tersebut dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori umum dan kategori pelajar. Namun ada satu kondisi yang merugikan kami sebagai pelajar SMA, yaitu mahasiswa dimasukkan ke dalam kategori pelajar. Bisa diketahui, kebanyakan mahasiswa sudah memperdalam dan menseriusi band tersebut, tidak didesak oleh kesibukan lain. Tidak hanya itu, banyak juga peserta yang memainkan musik mereka dengan unik, seperti ada yang membawa seperalatan gamelan, ada yang bermain secara instrumental dan masih banyak lagi.
Waktu menunjukkan pukul setengah 4, kami sudah bersiap untuk mengikuti audisi, namun urutan peserta baru mencapai nomor 19. Saat saya bertanya kapan giliran kami akan tampil, panitia menjawab mungkin setengah 5. Setengah 5 sore pun telah datang dan kami belum dipanggil juga untuk tampil. Ternyata banyak peserta yang datang terlambat dan panitia tidak mendiskualifikasi mereka melainkan hanya mengundur urutannya dan menunggu kurang lebih 15 menit. Saya bisa melihat teman-teman saya lelah dan kesal, begitupun dengan saya. Barulah pada pukul setengah 9 malam, kami akhirnya mendapat giliran tampil, dan kami pun memberikan penampilan yang terbaik saat itu. Saat selesai, kami langsung pulang ke rumah masing-masing. Esoknya, saya diberitahu oleh Neida jika kami berada pada urutan 10 dari sekian ratus band yang mendaftar. Sayangnya, hanya 8 band teratas yang diambil untuk audisi lebih lanjut. Saya tidak menyesal, karena dari awalpun kami memang bukan berniat menang tetapi untuk belajar dan mencari pengalaman. Dari seleksi yang begitu ketat pun saya bersyukur walaupun tidak menang, karena bagi saya, itu merupakan sebuah kemajuan dan sebuah prestasi yang baik.
Dikelas XI pun saya kembali menjadi panitia perizinan untuk acara SKY BATTLE, dimana saya kembali berurusan izin gedung, izin keramaian dan izin personil. Waktu itu saya agak kesulitan meminta pemercepatan pengurusan, dikarenakan tahun lalu  kami mendapat bantuan dari kerabat Kak Moris. Sedangkan sekarang, panitia beserta saya harus mengurusnya secara cara lambat. Mau tak mau kami mengurusnya, karena jika tidak, maka acara SKY BATTLE pun tidak akan berjalan dikarenakan tidak ada izin. Dan saat itu, izin dari depdiknas agak sulit, walaupun tahun lalu kami mendapati kesulitan yang sama, karena kadang depdiknas harus mendapatkan alasan yang logis dan menambah wawasan untuk mengadakan suatu acara sekolah. Dibantu oleh Nirmala Rizka, kami dapat menyelesaikan seluruh izin yang diperlukan untuk membantu mensukseskan acara tersebut. Saya juga kembali bertindak sebagai official table untuk olahraga cabang basket pada acara tersebut. Official table bertugas untuk mengumumkan penggantian pemain, mengatur score table, mencatat skor untuk diberi kepada wasit, dan sebagainya. Walaupun terhitung berat dan melelahkan, itu merupakan pengalaman yang berkesan dan menyenangkan bagi saya.

Studi Lapangan Jogja
Saat di Museum Gajah
Bersama Lamuru Hastara dan Nawastra di Sky Avenue 2010
Lalinju Nawastra
Lari Terakhir 2010